Sejarah
Malahayati Sang Laksamana Laut Wanita Pertama Di Dunia
Perempuan Aceh harus bangga dan hendaknya mengikuti semangat Sang Laksamana. Perempuan tidak hanya berkutat untuk urusana kasur, sumur dan dapur sahaja. Eloklah perempuan masa kini menempa diri untuk menjadi yang terbaik, bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakat banyak.
Malahayati, nama aslinya adalah Keumala
Hayati , hidup di masa Kerajaan (Kesultanan) Atjeh dipimpin oleh Sultan
Alaiddin Ali Riayat Syah IV yang memerintah antara tahun 1589-1604 M.
Malahayati pada awalnya adalah dipercaya sebagai kepala pengawal dan protokol
di dalam dan luar istana. Karir militernya menanjak setelah kesuksesannya
“menghajar ” kapal perang Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Cornelis de
Houtman yang terkenal kejam.
Bahkan Cornelis de Houtman tewas ditangan
Malahayati pada pertempuran satu lawan satu di geladak kapal pada 11 September
1599. Akhirnya beliau diberi anugerah gelar Laksamana . Dan beliaulah Laksamana
Perempuan Pertama Di Dunia . Beliau juga sukses menghalau Portugis dan Inggris
masuk ke Aceh.
Ia berasal dari keturunan sultan. Ayahnya, Mahmud
Syah ,seorang laksamana. Kakeknya dari garis ayah, juga seorang laksamana
bernama Muhammad Said Syah putra Sultan Salahuddin Syah yang memerintah tahun 1530-1539. Sultan
Salahhuddin sendiri putera Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530),
pendiri kerajaan Aceh Darussalam.
Di bawah kepemimpinan Malahayati , Angkatan
Laut Kerajaan Aceh terbilang besar dengan armada yang terdiri dari ratusan
kapal perang. Adalah Cornelis de Houtman,orang Belanda pertama yang tiba di
Indonesia,pada kunjungannya yang ke dua mencoba untuk menggoyang kekuasaan Aceh
pada tahun 1599. Cornelis de Houtman yang terkenal berangasan,kali ini ketemu
batunya. Alih-alih bisa meruntuhkan Aceh, Armadanya malah porak poranda digebuk
armada Laksamana Malahayati.
John Davis, seorang berkebangsaan Inggris, nahkoda
di sebuah kapal Belanda yang mengunjungi Kerajaan
Aceh pada masa Malahayati menjadi Laksamana. melaporkan, Kerajaan Aceh pada
masa itu mempunyai perlengkapan armada laut terdiri dari 100 buah kapal perang,
diantaranya ada yang berkapasitas 400 -
500 penumpang.
Kekuatan Keumalahayati mendapat ujian
pertamakalinya ketika terjadi kontak senjata antara Aceh dengan pihak Belanda.
Pada tanggal 21 Juni 1599, dua kapal Belanda yang dipimpin dua bersaudara
Coernelis de Houtmandan Federick de Houtman berlabuh dengan tenang di Aceh.
Laksamana Malahayati dan pasukannya menyergap
armada cornelis de houtman yg coba berlabuh di pantai aceh, dalam penyergapan
tersebut cornelis de houtman tewas di tangan Malahayati dan beberapa anak buahnya
juga terbunuh. Sedangkan Federick de Houtman ditawan dan dijebloskan ketahanan
Kerajaan Aceh.
Sesuatu yang menggegerkan bangsa Eropa dan
terutama Belanda sekaligus menunjukkan kewibawaan Laksamana Keumalahayati
ketika Mahkamah Amsterdam menjatuhkan hukuman denda kepada Van Caerden sebesar
50.000 gulden yang harus dibayarkan kepada Aceh. Uang sejumlah itu benar-benar
dibayarkan kepada yang berhak. Denda tersebut adalah buntut tindakan Paulus van Caerden ketika datang ke Aceh menggunakan
dua kapal, menenggelamkan kapal dagang Aceh serta merampas muatannya berupa
lada, lalu pergi meninggalkan Aceh.
Selain armada Belanda, Laksamana Malahayati juga
berhasil menggebuk armada Portugis.
Reputasi Malahayati sebagai penjaga pintu gerbang
kerajaan dan menguasai pintu selat malaka membuat Inggris yang belakangan masuk
ke wilayah ini memilih untuk menempuh jalan damai. Surat diplomasi dari Ratu
Elizabeth I yang dibawa oleh James Lancaster untuk Sultan Aceh bertujuan
membuka izin akses jalan melalui selat malaka bagi armada dagang Inggris untuk
menuju Jawa dan membuka pos dagang di
Banten.
Ketika Negara-negara maju berkoar masalah
kesetaraan gender terutama terhadap Negara berkembang dewasa ini, wilayah
nusantara telah lama meng-implementasikan kesetaraan gender yang luar biasa.
Dialah Laksamana Malahayati Laksamana perang wanita pertama di dunia.
Setelah wafat Malahayati dimakamkan tidak jauh
dari Benteng Inong Balee, sekitar 3 Km dari benteng berada diatas bukit. Lokasi
makam pada puncak bukit, merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap
tokoh yang dimakamkan. Penempatan makam di puncak bukit kemungkinan dikaitkan
dengan anggapan bahwa tempat yang tinggi itu suci.
Kiprah Malahayati makin mengukuhkan bahwa peran
wanita tidak bisa dikesampingkan. Wanita sesungguhnya memiliki kekuatan yang
tak kalah dengan pria. Namun memang, implementasinya memang tidak bisa seperti
zaman penjajahan dulu.
Di zaman sekarang, kekuatan wanita ditunjukkan melalui
perannya dalam masyarakat, terutama dalam menjalankan karir maupun usahanya.
Wanita kini tak lagi hanya berkutat di dapur, sumur dan kasur, tetapi bisa
menunjukkan performa terbaik di dalam pekerjaannya tanpa mengesampingkan
kodratnya sebagai istri sekaligus ibu.
Banyak cacatan orang asing tentang Malahayati .
Kehebatannya memimpin sebuah angkatan perang
ketiga itu diakui oleh negara Eropa, Arab, Cina dan India.
Via
Sejarah
Post a Comment