Artikel Muslim
Today Popular
Rasulullah SAW Menangis
Saat putranya yang tercinta,Ibrahim, meninggalkan dunia ini, Rasulullah SAW menitikkan air mata.
Sabar adalah salah satu pakaian Rasulullah SAW. Hal tersebut terlihat ketika beliau ditinggal mati oleh putra tercinta beliau. Sebelum diutus menjadi Nabi, beliau telah kehilangan dua putranya, yaitu Al-Qasim dan Abdullah, yang dijuluki Ath Thahir dan Ath Thayyib. Setelah diutus menjadi Nabi, beliau pun kehilangan putra-putri yang sangat disayang, yaitu, Zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum, setelah ketiganya bersuami.
Saat memasuki masa tua, Rasulullah SAW dikaruniai putra dari istrinya, Maria Qibtiyah, bernama Ibrahim. Betapa gembiranya hati Rasulullah SAW ketika beliau mendengar telah lahir anaknya seorang lelaki. Sebab beliau memang mengharapkan dikaruniai seorang anak lelaki. Sebagaimana layaknya perasaan seorang ayah, beliau berhasrat memiliki penerus. Harapan itu semakin menggumpal ketika usia anak iut beranjak dari bulan ke bulan.
Namun, Allah berkehendak lain. Pada usia sekitar 18 bulan, Ibrahim menderita sakit. Betapa cemas hati Nabi menyaksikan anak lelaki semata wayangnya sakit. Beberapa hari berlalu, sakit yang diderita anak Nabi tersebut semakin parah. Hingga saat ketika Ibrahim dalam keadaan Sakaratul Maut, disampaikan berita tersebut kepada Rasulullah SAW, beliau merasa lemas dan bersandar kepada sahabat Abdurrahman bin Auf, yang kebetulan berada disampingnya. Beliau bersedih dan terharu ketika anaknya menghembuskan nafas terakhir dipangkuan ibunya Maria Qibtiyah.
Ayok Baca Juga ...
Rasulullah SAW membopong Ibrahim sambil berkata " Wahai Ibrahim, kalau ini bukan suatu perkara yang hak dan janji yang benar, tentulah aku akan merasakan kesedihan yang lebih dalam dari kesedihan ini "
Mendengan Rasulullah SAW berkata demikian, Abdurrahman bin Auf berkata " Apakah Tuan merasakan seperti itu, wahai Rasulullah SAW?"
"Ya, Ibnu Auf, ketentuan ini adalah rahmat dan kasih sayang."
Karena Abdurrahman bin Auf belum juga mengerti, maka dia menanyakan hal ini berulang-ulang pada Nabi SAW.
Rasulullah SAW menjelaskan. " Sesungguhnya mata memang mencucurkan air mata dan hati memang sangat sedih, tetapi kita tidak mengucapkan (kata-kata) kecuali yang diridhai oleh Allah ...
" Sesungguhnya kami dengan perpisahan ini, wahai Ibrahim, berduka cita dan sangat sedih."
Ketika Rasulullah SAW mengantarkan jenazah putranya yang tercinta tersebut, usia beliau genap 60 tahun. Dengan perasaan yang sangat berat tetapi ridha dan sabar dengan ketentuan Allah, beliau berkata kepada gunung yang menjadi tempat terakhir bagi putranya dikubur. " Wahai gunung, seandainya engkau merasakan apa yang aku rasakan, pastilah engkau akan hancur, tetapi kita adalah kepunyaan Allah dan kepada-Nya kita kembali."
Ketika kaum muslimin melihat kesedihan Rasulullah SAW, mereka mencoba menghiburnya. Lalu beliau SAW berkata " Aku tidak dilarang untuk bersedih, dan sesungguhnya yang dilarang adalah menangis dengan suara keras. Apa yang kamu lihat kepadaku adalah kesan cinta dan kasih sayang yang bersarang dalam hati seorang ayah. Barang siapa tidak menampakkan kasih sayangnya, orang lain tidak akan menampakkan kasih sayang kepadanya. Sesungguhnya Allah Maha Kasih dan Sayang kepada hamba-Nya yang mempunyai rasa kasih sayang."
Sabar adalah salah satu pakaian Rasulullah SAW. Hal tersebut terlihat ketika beliau ditinggal mati oleh putra tercinta beliau. Sebelum diutus menjadi Nabi, beliau telah kehilangan dua putranya, yaitu Al-Qasim dan Abdullah, yang dijuluki Ath Thahir dan Ath Thayyib. Setelah diutus menjadi Nabi, beliau pun kehilangan putra-putri yang sangat disayang, yaitu, Zainab, Ruqayyah, dan Ummu Kultsum, setelah ketiganya bersuami.
Saat memasuki masa tua, Rasulullah SAW dikaruniai putra dari istrinya, Maria Qibtiyah, bernama Ibrahim. Betapa gembiranya hati Rasulullah SAW ketika beliau mendengar telah lahir anaknya seorang lelaki. Sebab beliau memang mengharapkan dikaruniai seorang anak lelaki. Sebagaimana layaknya perasaan seorang ayah, beliau berhasrat memiliki penerus. Harapan itu semakin menggumpal ketika usia anak iut beranjak dari bulan ke bulan.
Namun, Allah berkehendak lain. Pada usia sekitar 18 bulan, Ibrahim menderita sakit. Betapa cemas hati Nabi menyaksikan anak lelaki semata wayangnya sakit. Beberapa hari berlalu, sakit yang diderita anak Nabi tersebut semakin parah. Hingga saat ketika Ibrahim dalam keadaan Sakaratul Maut, disampaikan berita tersebut kepada Rasulullah SAW, beliau merasa lemas dan bersandar kepada sahabat Abdurrahman bin Auf, yang kebetulan berada disampingnya. Beliau bersedih dan terharu ketika anaknya menghembuskan nafas terakhir dipangkuan ibunya Maria Qibtiyah.
Ayok Baca Juga ...
Rasulullah SAW membopong Ibrahim sambil berkata " Wahai Ibrahim, kalau ini bukan suatu perkara yang hak dan janji yang benar, tentulah aku akan merasakan kesedihan yang lebih dalam dari kesedihan ini "
Mendengan Rasulullah SAW berkata demikian, Abdurrahman bin Auf berkata " Apakah Tuan merasakan seperti itu, wahai Rasulullah SAW?"
"Ya, Ibnu Auf, ketentuan ini adalah rahmat dan kasih sayang."
Karena Abdurrahman bin Auf belum juga mengerti, maka dia menanyakan hal ini berulang-ulang pada Nabi SAW.
Rasulullah SAW menjelaskan. " Sesungguhnya mata memang mencucurkan air mata dan hati memang sangat sedih, tetapi kita tidak mengucapkan (kata-kata) kecuali yang diridhai oleh Allah ...
" Sesungguhnya kami dengan perpisahan ini, wahai Ibrahim, berduka cita dan sangat sedih."
Ketika Rasulullah SAW mengantarkan jenazah putranya yang tercinta tersebut, usia beliau genap 60 tahun. Dengan perasaan yang sangat berat tetapi ridha dan sabar dengan ketentuan Allah, beliau berkata kepada gunung yang menjadi tempat terakhir bagi putranya dikubur. " Wahai gunung, seandainya engkau merasakan apa yang aku rasakan, pastilah engkau akan hancur, tetapi kita adalah kepunyaan Allah dan kepada-Nya kita kembali."
Ketika kaum muslimin melihat kesedihan Rasulullah SAW, mereka mencoba menghiburnya. Lalu beliau SAW berkata " Aku tidak dilarang untuk bersedih, dan sesungguhnya yang dilarang adalah menangis dengan suara keras. Apa yang kamu lihat kepadaku adalah kesan cinta dan kasih sayang yang bersarang dalam hati seorang ayah. Barang siapa tidak menampakkan kasih sayangnya, orang lain tidak akan menampakkan kasih sayang kepadanya. Sesungguhnya Allah Maha Kasih dan Sayang kepada hamba-Nya yang mempunyai rasa kasih sayang."
Sumber : Majalah Al-Kisah No.11
Via
Artikel Muslim
Nice blog thankss for posting
ReplyDelete